Testimonial 31 Linda Bonang sembuh kanker payudara

Nama: Dra. Linda W. Tandou – Bonang
Lahir: Jakarta, 1949
SD – SMA: St. Theresia, Menteng, Jakarta Pusat
Kuliah: Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
1980-1996: Yayasan Perguruan St. Bellarminus
Jabatan terakhir:
Executive Director
TK-SMA St. Bellarminus
Menteng – Jakarta & Jatibening – Bekasi.

Linda Bonang
Riwayat Penyakit:

Pada bulan Maret 2000, saya mengalami pendarahan yang luar biasa. Saya memeriksakan diri ke SGH (Singapore General Hospital). Karena banyaknya pendarahan, saya bahkan harus memakai pampers orang dewasa. Setelah bertemu dokter, saya disuruh ke ruang suntik. Dokter itu mengatakan, kalau sampai besok pendarahan masih berlangsung, maka saya harus segera kembali, tetapi kalau berhenti, maka 3 hari kemudian baru kembali ketemu dokter. Ternyata setelah suntikan itu, sore harinya pendarahan sudah banyak berkurang, sehingga 3 hari kemudian saya baru kembali ke dokter, dan dokter menyatakan bahwa saya mengalami Hormonal Imbalance. Saya diberi obat hormone.

Pada bulan Juni tahun 2000, saya menemukan ada puting susu payudara kanan saya tertarik ke dalam, dan juga ada benjolan kecil di payudara saya.
Karena pada waktu itu ayah saya sedang sakit, maka saya menunda pemeriksaan benjolan itu. Karena benjolan tersebut walau saya tekan sekeras apapun, sama sekali tidak menimbulkan rasa sakit. Baru pada bulan September, saya periksa ke NCCS (National Cancer Centre Singapore) Hospital, hasilnya adalah sel ganas di payudara sebelah kanan.

Saya coba re-check dengan dokter di Jakarta, yaitu Dr. Didit Tjindarbumi, dan setelah melalui serangkaian pemeriksaan CT Scan, Mamogram, USG dan pemeriksaan laboratorium darah, terbukti, memang ini adalah sel kanker ganas, yang harus segera diangkat.

November 2000 Berobat Ke Brussel:

Atas saran seorang kolega Psikolog juga di Leuven, Belgia (Belgium), saya berangkat ke Brussel, Belgia, menemui dokter onkolog Dr. Thomas. Di sana saya di bone-scan seluruh tubuh, untuk mengetahui apakah sel kanker sudah menyebar sampai ke tulang, hasil scan, ternyata tulang saya masih bersih. Kemudian saya bertemu dengan dokter Kristian, seorang ahli bedah payudara sekaligus seorang Ginekolog. Ternyata, kalau mau dioperasi di Brussel, saya harus tinggal minimal 6 bulan di sana. Saya menolak karena saat itu awal November 2000, cuaca sudah sangat dingin bagi saya, apalagi kalau winter nanti. Saat itu saja saya sudah merasa depressed.

Kembali ke Singapore:

Dengan hasil2 pemeriksaan dari Singapore, Jakarta dan Brussel, saya akhirnya Kembali lagi ke NCCS (National Cancer Centre Singapore) dan menemui dokter Wong Chou Yin, seorang ahli bedah payudara yang sudah senior.
Dokter Wong mengatakan bahwa, karena benjolannya ada di ujung dekat puting susu, jadi beliau berniat untuk mengambil hanya sebagian dari payudara saya saja. Pada saat itu, entah apa yang menggerakan saya dan suami, kami berdua serentak menjawab: “buang semua”. Akhirnya dokter setuju juga.
Di situ dokter tidak banyak berbicara, selesai konsultasi, saya diteruskan kepada seorang counselor senior, dan saya mendapatkan penjelasan yang sangat teliti mengenai apa itu Mastectomi (pengangkatan seluruh payudara), bagaimana cara operasinya, dan lain2 yang berhubungan dengan proses operasi, sehingga saya bisa menghadapi operasi keesokan harinya dengan perasaan mantap dan pasti.

Hari operasi:

Sebelum operasi saya dilaksanakan, ada 3 asisten Dr. Wong yang meyakinkan bahwa saya benar mau melakukan mastectomy.
Pukul  4pm, saya masuk ruang operasi. Malam hari, waktu saya didorong kembali ke kamar rumah sakit, yang saya tahu hanyalah ada selang dan botol di sisi kanan saya, berisi darah.
Dalam kamar, darah itu dibuang setiap kira2 30 menit sekali. Keesokan pagi, setelah mandi, saya langsung di bawa ke ruang Fisioterapi, dan, di sana, saya baru mengerti bahwa pasien Matectomi harus melakukan serangkaian exercise, untuk mencegah pembengkakan lengan yang di sisi di mana operasi dilakukan, saya juga diajarkan what to Do & Don’t. Karena mastektomi itu, beberapa lymph nodes sudah diambil/diangkat, sehingga tangan tidak mampu memompa balik cairan yang turun ke tangan bawah, jadi pada awalnya saya harus memakai Arm Support yang sepanjang lengan.

Setelah 3 minggu, pendarahan sudah kering, saya bertemu kembali dengan Dr. Wong, di situ, saya mendapat informasi bahwa jenis kanker yang saya idap memang berkembangnya lambat, tetapi sekali terlepas, tidak bisa tertahankan lagi, akan langsung masuk keseluruh tubuh.
Besar kankernya hanya 2 cm saja, Waktu mendengar ini saya masih senang, karena saya piker itu kecil dan tidak perlu chemoterapi. Tetapi ternyata…..ukuran maksimum untuk TIDAK chemo adalah 1 cm.

Chemo Therapy:

Untuk Chemo Therapysaya di refer ke Dr. Khoo Kee Siong, Ternyata saya harus chemo therapy sebanyak 6 siklus.
Tanggal 4 Januari 2001, saya memulai chemo therapy yang pertama. Chemo saya dengan obat CMF. Satu siklus dilakukan sebanyak 2 kali, seminggu sekali. Obat disuntik masuk ke tubuh perlahan-lahan melalui nadi darah di tangan saya, lamanya hanya 10 sampai 15 menit. Demikian pula pada minggu ke 2. Setelah itu saya boleh pulang ke Jakarta untuk istirahat selama 3 minggu, kemudian baru kembali ke Singapore lagi untuk siklus berikutnya.

Efek Chemo Therapy:

Obat chemo tidak dapat memilih hanya sel2 kanker saja yang dibunuh. Semua sel akan dibunuh. Buktinya sel rambut ikut mati, saya menjadi botak. Penyakit2 yang memang sudah ada di dalam tubuh, hanya belum ‘keluar’, akan ‘datang’ semua.
Ibu saya penderita Osteoarthritis, kakak saya yang 9 tahun lebih tua dari saya sudah mendapat penyakit itu. Ketika saya dichemo, Osteoarthritis juga muncul pada diri saya, dan terasa luar biasa sakitnya. Lutut dan sendi2 saya semua sakit, saya sampai tidak bisa turun naik tangga, kalau sudah duduk juga susah untuk berdiri. Setiap pagi sebelum memulai aktivitas, saya harus merendam tangan dan kaki saya dalam air hangat/panas agar sendi2 lentur dulu, baru saya bisa mulai beraktivitas, namun siang harinya akan kembali lagi sakitnya.
Memory otak saya banyak yang menghilang, sehingga “lupa” sudah merupakan makanan saya se-hari2, walaupun saya selalu membuat catatan apa yang harus saya lakukan.
Saya memang sejak muda suka sakit maag pada saat saya ‘salah’ makan. Sejak  chemo itu, perut saya kalau habis makan selalu sakit dan membesar, membengkak, seperti orang hamil 6 atau 7 bulan. Orang2 yang tidak kenal saya selalu mengira kalau saya sedang hamil. Ada untungnya sih, ke mana2 selalu diberi tempat duduk, termasuk waktu saya naik MRT di Singapore. Dokter Khoo member saya obat untuk menurunkan bengkak pada perut saya, tetapi obat itu hanya dapat diberikan maksimum 3 kali.
Setelah itu saya mencoba dengan minum air jahe, barley, apa saja yang bisa meredakan bengkak perut saya.
Dari hasil pemeriksaan diketahui juga bahwa saya mempunyai Fatty liver, jantung saya juga agak membesar.

Terapi alternative:

Banyak teman2 saya merasa iba melihat keadaan saya waktu itu, saya berterima kasih mempunyai begitu banyak teman yang baik, dan memberi petunjuk untuk pergi berobat di luar medis kedokteran:

1. Saya mencoba Yoga. Di Yoga ini, saya diajarkan meditasi juga, 1 x seminggu. Meditasi ini harus dengan cara duduk bersila di lantai selama kira2 40 menit. Bagi saya, hanya mampu paling lama 5 menit, karena kaki saya tidak bisa bertahan dengan duduk bersila.
Saya tidak mengerti bahwa sebenarnya ada ber-macam2 Yoga. Saya coba, setelah beberapa bulan, Latihan ini membuat saya tidak dapat berjalan. Suatu hari waktu saya turun dari mobil, tiba2 saya terjatuh dan merasakan sakit yang luar biasa waktu hendak berdiri, rasanya sampai ke kepala sakitnya. Tidak ada orang yang bisa menolong saya, sampai setelah hamper 30 menit mencoba, akhirnya saya menemukan satu posisi yang membuat saya bisa “mengesot” mulai dari carport sampai ke kamar tidur saya yang letaknya di belakang.
Saya diberi obat oleh dokter saya, dan obat ini menyebabkan sakit maag lagi. Pokoknya obat demi obat ditambahkan terus.

2. Sampai waktu kakak saya dating menjenguk, dia memberikan alamat seorang Sinshe yang telah menolong dia sembuh dari
Setelah saya mampu berjalan, walau perlahan, saya pergi berobat ke Sinshe itu. Saya menjalani akupunktur dikombinasi dengan obat Chinese Medicine. Dalam waktu 1 minggu, saya sidah bisa berjalan cepat, bahkan nyaris berlari.

3.Ada teman yang mengajak saya ikut meditasi Brahma Kumaris. Sebuah meditasi yang ada ‘ajaran’nya. Meditasi ini hanya membuat hati saya merasa lebih tenang & nyaman, tetapi tetap tidak menyembuhkan penyakit2 saya.

4. Akhirnya ada beberapa teman yang mengajak saya untuk belajar meditasi Qi (Zhen Qi). Mereka menjelaskan kepada saya bahwa meditasi ini adalah berdasarkan Traditional Chinese Medicine.
Awalnya saya tidak percaya, karena ayah saya yang seorang dokter, tidak pernah mempercayai ilmu2 lain selain ilmu kedokteran Barat.
Akhirnya saya mencoba, karena disupport oleh kakak ipar saya, dan seorang teman baik saya, yang mau menemani saya belajar Qi ini.

Pada hari ke 3, waktu Latihan sessi terakhir di kelas, saya merasakan reaksi yang menakutkan. Tiba2 jantung saya berdegup keras sekali, kepala rasanya pusing, perut saya tidak nyaman. Pokoknya seluruh tubuh tidak nyaman. Sampai di rumah, saya merasa takut sekali, karena degup jantung saya yang keras sampai bisa membuat baju saya juga bergetar. Saat mau bertanya di kelas memang sulit, karena gurunya hanya mengerti Bahasa Chinese, harus pakai penterjemah.
Keesokan harinya, setelah sarapan, saya teruskan Latihan ini, karena tubuh saya masih tidak nyaman. Mungkin ada 1 jam saya Latihan, tiba2 saya merasa seperti ada 2 tangan yang mendorong punggung saya, dari bawah naik sampai ke kepala. Kepala saya keluar keringat banyak sekali. Di waktu saya membuka mata, rasanya semua jadi terang sekali, dan semua rasa sakit2 di tubuh saya hilang semua. Saya mengerti bahwa itu adalah Tong Guan.

Hasil pelajaran Sirkulasi Qi:

Setelah 1 tahun menekuni meditasi Qi ini, saya menemukan banyak kemajuan pada tubuh saya;

  • Tanpa saya sadari, saya bisa naik turun tangga dengan nyaman tanpa rasa sakit di sendi lutut dan pergelangan kaki. Semua sendi2 tangan saya juga menjadi lentur.
  • Kacamata yang sudah sejak SD saya pakai, dan, pada waktu saya sakit, minusnya sudah mencapai -6,25 dan -6,50, saat itu minusnya sudah turun. Sampai sekarang ini sudah turun menjadi -4,50 kiri & kanan
  • Memori otak saya menjadi baik kembali.

Oleh karena itu, di tahun 2005, ketika ibu Wike (Koordinator Team BUDIMAN & REKAN) mengajak saya untuk bergabung dengan bapak Budiman Handjaja, yang sebelumnya tidak saya kenal, saya bersedia untuk membantu mengamalkan ilmu ini. Setelah bergabung barulah saya tahu bahwa pak Budiman itu seorang Master of Science dalam ilmu Physiology. Penjelasannya secara ilmiah membuat saya semakin mengerti, dan yakin, bahwa ilmu ini adalah ilmu yang memang bisa dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.

BUDIMAN & REKAN
Setelah chemo, setiap 6 bulan sekali saya selalu harus kembali ke NCCS untuk medical check-up rutin. Setelah 1 tahun, saya harus check-up 1 kali setahun.
Pada 5 tahun pertama, saya menjalani check-up secara keseluruhan untuk kanker saya, dan hasilnya baik.
Kemudian pada 5 tahun yang ke 2 (10 tahun), saya menjalani lagi check-up keseluruhan untuk kanker saya, dan juga bone scan, hasilnya saya dinyatakan bersih juga. Saya diberi pesan oleh dokter bahwa saya tidak perlu kembali2 untuk periksa kanker saya lagi, hanya diminta saya harus jalankan hidup secara normal saja, jangan memikirkan penyakit saya lagi.

Medical check-up kesehatan masih saya jalankan, sampai sekarang (Juli 2020), saya selalu sehat.
Semoga Anda semua bisa termotivasi untuk terus menerus berlatih Qi dengan tekun, sehingga bisa mendapat kesehatan yang baik.

Terima kasih.